Pintu hati
''Dari Nara Nami''
Cerita ini ada karna ada aku dan dia yang memutuskan untuk hidup seperti ini.
Dia diam dan akupun diam.
Maka jangan salahkan aku,
jika aku memutuskan untuk menunggunya,
hingga ia benar-benar berani untuk mengatakannya.
Mengatakan sesuatu yang ada.
Sesuatu yang ada di sini.
Aku mengenalnya dikala sore tersenyum sejuk.
Aku berteman dengannya dikala mendung tersenyum indah.
Aku bersahabat dengannya dikala hujan memutuskan untuk jatuh kehati bumi.
Tapi sampai saat ini,
aku tidak pernah tahu,
sejak kapan aku mulai memikirkannya?
Ia begitu sederhana.
Tapi ia membuat duniaku terasa berbeda.
Entah karna apa.
Entah karna ia selalu menemaniku.
Atau mungkin karna ia memang temanku.
Kesalahanku,
Karna aku hanya diam membiarkan perasaan ini.
Meskipun aku mencoba untuk memenjarakan semua rasa.
Tapi ia ternyata lebih bisa memainkan rasa.
Rasa sakit saat ia pergi.
Rasa riang saat ia ada.
Rasa sendu saat ada rindu.
Kenapa harus dia?
Kenapa harus dia yang membuka pintu hati ini perlahan-laha?.
Ia tak seharusnya berdiri dibalik pintu.
&
aku tak seharusnya menunggu didepan pintu.
Jika Allah menyuruhku untuk pergi meninggalkan pintu.
Maka keputusanku adalah…
Pergi
dengan mulut bisa tanpa mengetuk pintu
bahkan menyentuh telinga pintu.
&
jika saat aku pergi,
ia membuka pintu.
Maka, ku akan kembali sebelum terlambat.
Tapi keputusanku untuk
kembali berada didepan pintu, tidak akan pernah terjadi.
Saat aku berfikir,
ada pintu lain yang terbuka lebar
dengan tirai indah yang menyambutku ramah.
Mungkin aku akan kembali kepintu pertama.
Hanya untuk mengatakan.
Kenapa begitu lama?
Kenapa membuatku untuk menunggu sekian lama?
Maka jangan salahkan aku
jika aku memiliki rasa yang kusimpan
tanpa bisa ku ucapkan.
Jangan salahkan aku,
jika aku menangis
dengan kedua tangan yang menutupinya.
Jangan salahkan aku
jika rasa ini menggerogiti hatiku
yang dulu pernah tersakiti dengan cinta yang lain.
Jangan salahkan aku
jika aku terlanjur mengenal cinta.
&
Jangan panggil aku kembali,
jika kau telah mengusirku dari depan pintu.
Lelah ini memanggilku untuk menjauhinya
Bimbang ini menyuruhku untuk melupakannya
Tapi ada sesuatu yang
membuatku bertahan
itu bernama Tawa.
Komentar
Posting Komentar