Wanita pada “Rukuk”
Masjid itu memiliki magnet nya
tersendiri. Azan pada lima waktu panggilan-Nya menjadi titik utama, kenapa
tempat itu selalu ramai. Bukan hanya sebagai tempat ibadah, tapi juga tempat
mengadu. Ibu bilang, Jika tidak ada lagi yang bisa menjawab pertanyaan, maka
sholat lah. Jika tidak ada lagi yang bisa membuat mu tenang, maka sholat lah.
Jika seisi dunia ini meninggalkan mu, maka sholat lah. Bahkan jika kau terlalu
bahagia karena telah mendapatkan segalanya, maka tetap sholat lah.
Magrib itu berbeda, harus ku akui
saat itu sholat ku tidak khusuk. Mungkin karena aku terlalu picik untuk
mengakui bahwa aku memang memikirkan banyak hal saat sholat. Bagaimana mungkin,
orang seperti ku, tidak pernah bersyukur? Ada yang membuat ku sadar, bahwa hidup ini bukan hanya
karena dunia, tapi juga karena akhirat. Sekaipun neraka dan surga itu
fatamorgana, bagiku Tuhan tetaplah Tuhan, tak ada yang bisa menyelamatkan kita
dari apapun, selain Dia.
Sajadah telah ku pampang lebar
menjadi alas wajib ibadah. Kemudian perempuan itu datang. Ingin sekali ku
perhatikan bagaimana caranya berjalan, duduk, bahkan ibadah. Ia Nampak berbeda,
bukan karena kekurangannya, tapi karena semangatnya untuk tetap bersyukur.
Bagaimana mungkin, orang seperti ku lupa untuk bersyukur? Aku mulai mengerti,
kenapa Allah menciptakan gerakan rukuk dan sujud pada sholat. Terkadang pada
dunia nyata, kita selalu melihat keatas, meminta banyak, tapi lupa menunduk dan
meihat kebawah.
Wanita itu bersyukur pada setiap
rukuk.
Ia wanita dewasa, mungkin sudah
terhitung cukup tua. Bisa ku tebak usianya sekitar 50-60 tahunan. Pendek,
keriput, dengan kulit coklat pucat. Tak banyak yang bisa kuperkirakan. Bahkan jika
boleh ku bandingkan, mukena nya saja sudah berwarna putih kecoklatan yang
serupa kain kafan. Kalimat ini bukan singgungan, hanya teguran. Bagaimana
mungkin, orang seperti ku tidak mau bersyukur? Mukena nya bahkan tidak
sebanding dengan mukena yang kita punya, tapi keinginannya untuk tetap ke
masjid di usia renta, menjadi cambuk keras bagi ku saat itu juga.
Ada yang bilang, semakin tua,
kita akan semakin giat beribadah karena ingat pada kematian. Haha, agama ini
bukan pasar, tidak pantas lah jika kita bicara soal tawar menawar meminta
menunda mati dan harga surga. Siapa yang tahu jumlah usia? Semuanya skenario
Tuhan. Sekalipun kita harus terima akan pluralisme dan segala perbedaan dunia,
baiknya kita tetap beragama, agar ketika kita kehilangan jalan, kita tetap
memiliki peta. Bagaimana mungkin, orang seperti ku bersyukur tanpa Tuhan? Aku
menghargai pegangan mu, maka aku harap kau menghargai pegangan ku. Itu yang ku
ingat tertulis dalam ajaran ku.
Wanita itu bukan bungkuk, hanya
selalu me-rukuk.
Jika boleh ku terka, mungkin
pekerjaannya buruh panggul. Itu yang kuperkirakan atas kebungkukannya. Siapa
yang tahan dengan beratnya beban yang harus benar-benar di panggul pinggul dan punggung.
Setiap harinya bekerja membawa karung dengan bayaran tiga sampai lima ribu
rupiah. Yang benar saja? Akibat yang diterima terlalu mahal, bagaimana mungkin
punggung berkorban demi perut? Tapi dari sini, Tuhan memang adil. Menciptakan
perempuan yang mngizinkannya untuk selalu rukuk, untuk mengingatkan kita agar
tetap bersyukur. Tapi kali ini, ia membuatku tidak khusuk.
“Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu, Assalamualaikum
warohmatullohi wabarokatu.”
Seusai sholat ini aku malah
memiliki misi penting. Aku harus bersalaman dengannya. Bagiku bersalaman dengan
orang yang menghargai Tuhan ini sangat berharga, siapa tau ia bisa
menularkannya padaku, agar aku tetap ingat pada Tuhan.
Hai Tuhan, aku tidak tau
bagaimana cara bersyukur yang baik dan benar, tapi semoga mengucap Alhamdulillah saja cukup. Dan kali ini
aku akan bilang, Alhamdulillah, aku
memiliki Mu.
Komentar
Posting Komentar