(Cerpen fiktif) Wanita berkuku merah jambu.
“Cantik ya aku?!”
Haha.
Aku mengikik sendirian didepan
cermin dan mengingat kembali apa yang sudah kulakukan beberapa menit yang lalu.
Mulai dari mengoleskan alas bedak, eye-shadow, blush-on, mascara, sampai
lipstick. Dan setelah semua selesai, aku bisa menyimpulkan secara tegas, aku
cantik!
Siapa sangka, memuji diri sendiri adalah cara termudah untuk menumbuhkan rasa kepercayaan diri. tapi jangan menempatkan kata ke-pede-an pada posisi ini. Psikolog lain menyebutkan bahwa, terlalu banyak bercermin, dapat membuat mu merasa takut akan diri sendiri. mungkin hal ini terdengar lucu. pasalnya, semakin banyak kita bercermin, maka semakin banyak rasa yang akan kita keluhkan pada diri sendiri. atau bahkan memuji terlalu berlebihan. maka jangan heran, jika banyak yang menyayat urat nadi nya dengan potongan-potongan cermin.
Kau tau kenapa wanita ingin (mencoba) terlihat cantik? Jawabanku adalah karena aku wanita. haha. Bagiku sulit menemukan alasan logis mengenai ini. Aku sendiri tidak
tau kenapa aku ingin terlihat cantik. Mungkin jawabannya akan sama seperti saat
kita mendadak pergi ke kamar mandi ketika kita sakit perut. Ada panggilan alam
disana. Atau mungkin karena aku ingin ia memperhatikan ku.
Aku tidak bisa menjadi wanita
tomboy sama seperti yang kau inginkan. Aku mencintai tas jinjing dibanding tas
ransel. Aku mencintai warna terang di banding warna hitam. Aku mencintai sepatu
flat dibanding sepatu all-star. Dan aku mencintai semua hal yang berbau
feminine, karena setiap wanita ingin menjadi dirinya sendiri.
Ketika ia melarang sesuatu,
bagiku ia memerintahkan sesuatu.
Ketika ia bilang jangan pakai
make-up, bagi ku, jangan (lupa) pakai make-up ya. Ketika ia bilang jangan pakai
lip-balm, bagiku, jangan (lupa) pakai lip-balm ya. Ketika ia bilang, jangan
pakai rok, bagi ku, jangan (lupa) pakai rok ya. Bahkan ketika ia bilang jangan
pakai wedges, bagi ku, jangan (lupa) pakai wedges ya.
Tapi ketika ia meihatku seperti itu, “Ya Terserahlah!” ujarnya tanpa emosi, tanpa membentak, bahkan cenderung datar. Itu yang membuat ku tertantang.
Beberapa musim terakhir, mulai
marak aneka warna kuku yang dipakai teman sekelas ku. Mulai dari kutek kuku, extension
kuku, atau bahkan tato kuku, semua gadis mulai mencobanya. Awalnya aku tidak
tertarik, tapi ia menarik ku. Puncaknya, aku mewarnai semua kuku yang ku punya,
kuku tangan dan kaki, kedua puluh kuku itu ku warnai dengan warna yang sama,
yaitu merah muda pekat dan terang.
Kau tau ia bilang apa? “Ya
terserah lah!” ujarnya sekali lagi tanpa emosi, tanpa membentak, bahkan
cenderung datar. Itu malah membuatku menyerah.
Kamu itu cantik, ga perlu pakai
make-up, ga perlu pakai lip-balm, ga perlu pakai rok, ga perlu pakai wedges,
bahkan ga perlu pakai kuku yang warna warni. Aku suka kamu apa adanya, bukan
suka ada apanya. Aku bukan lagi pacaran sama tante-tante yang tiap hari rela pake
bedak 3 cm. Kamu tau kenapa ada make-up didunia ini? Itu karena ada orang yang
merasa jelek. Kalau kamu masih berasa cantik, untuk apa pakai topeng kaya gitu?
Jadi diri kamu apa adanya aja ya. Ujarnya tanpa emosi, tanpa membentak, bahkan
cenderung datar. Dan itu yang membuat ku mengaku kalah.
Ketika ia memerintahkan sesuatu, bagiku
ia melarang sesuatu. Dan kali ini, aku akan meng-iya-kannya
Komentar
Posting Komentar