(Cerpen) Malaikat ku


Aku menyayanginya. Sungguh. Aku memang menyayanginya lebih dari apapun, bahkan lebih dr diriku sendiri. entah karena apa, mungkin karena tidak ada orang lain yg bisa kusayangi. Atau mungkin karena aku memang tidak punya siapa-siapa lagi selain dia.

Perempuan itu berdiri didepan SD swasta, berjualan gorengan seperti biasa. Tubuhnya yg terkena panas nya wajan membuat nya nampak hangat dan menyenangkan. Aroma tubuhnya yang bahkan hampir sulit dibedakan dengan aroma jajanan gorengan nya pun sama-sama ku suka. Aku? Aku adalah seorang Tukang becak yang sudah saban hari memarkirkan kendaraan ku di sekitar SD. Aku bahkan sudah lupa, sejak kapan aku menjadi tukang becak. Setahu ku, saat usia ku masih belasan, seorang tetangga berusia renta memberiku becak tua nya, karena ia akan ikut dengan anak serta menantunya ke Jakarta. Ia bilang, lebih baik aku bekerja daripada luntang lantung seperti anak muda di warung kopi yg malah lebih sering minum bir dibanding kopi. Akhirnya aku terima becak itu dengan imbalan menjaga dan membersihkan rumah tuanya saat ia pindah ke Jakarta. Aku tidak tahu kapan ia akan pulang? Aku bahkan tidak tahu kenapa ia sebaik itu? Yang aku tahu, tidak lama setelah aku menjadi Tukang becak, perempuan itu sering terlihat membantu Ibunya berjualan gorengan.

Aku tidak pernah punya keberanian untuk menyapanya. Ia bahkan tidak pernah menyewa becak ku untuk mengantarnya pulang. Yang ku lakukan hanyalah memandanginya setiap hari. Aku memang pelanggan gorengannya, tiap kali aku membeli makanan itu, aku memberi uang, lalu langsung pergi tanpa bicara apa-apa. Oh Tuhan, tolong aku. Sudah sekitar 5 tahun aku memandanginya, bahkan usiaku kini mungkin sudah lebih dari kepala dua, apakakah aku harus tetap seperti ini?

Suatu sore saat suasana sekolah sedang sepi, perempuan itu berlari ke arah ku. Dengan tergesah-gesah ia memintaku membawa Ibunya ke rumah sakit. Tapi setibanya dirumah sakit, nyawa ibunya sudah tiada. Menurut dokter, sang Ibu mengalami TBC, tapi selama itu, Ibu tidak pernah sekalipun menunjukan rasa sakitnya, ketika wajahnya pucat, ia hanya beralasan karena terlalu banyak bekerja. Aku bahkan baru tahu saat itu juga, bahwa perempuan ini tidak hanya piatu, tp juga Yatim sejak ia lahir karena Ayahnya mengalami kecelakaan sewaktu bekerja sebagai buruh bangunan. Saat itu aku malah berfikir tentang kedua orang tua ku. Aku sudah lupa apakah aku punya orang tua atau tidak. Dulu aku kabur dari rumah akibat kekecewaan ku pada Ayah. sementara Ibu sudah lama meninggal saat melahirkan ku. Ayah terkesan membeciku karena telah membunuh Ibu, dan kali ini ia malah mau menikah lagi, Aku tentu menjadi anak pertama dan satu-satunya. Tapi aku tidak siap menerima Ibu baru, bahkan aku tidak tahu seperti apa sosok Ibu kandung ku, maka aku memilih untuk tidak memiliki Ibu lagi dan pergi dari rumah ku di pelosok desa.

Dirumah sakit itu, perempuan yang tak ku kenal namanya pun diam. Aku mengelus punggungnya dan berkata "Suatu Hari, Tuhan mempertemukan kita dengan orang yang baik. Tapi suatu hari pula, orang baik itu akan memilih untuk berada ditempat yang lebih baik, disisi Tuhan". Tiba-tiba perempuan ini memeluk ku, pipinya yang tadinya kering kini basah, ia menangis di pelukan ku. Dan saat itu, aku mulai memberanikan diri untuk mengenalnya.

Namanya Nurmala sari, orang-orang memanggil nya Nurma, sedangkan aku lebih sering memanggilnya Mala, kata lain dari malaikat. Kemudia ketika aku memanggilnya begitu, ia akan tersenyum dengan pipi yang memerah. Ia biasa memanggil ku Mas Rakhmat, nama panjangku sebenarnya Rakhmat Surakhmat. Aku kadang merasa nama itu terlalu boros jika intinya hanya Rahkmat. Tapi orang-orang lain malah sering memanggil ku Mamat, kecuali perempuan ini.

Sambil menunggu pelanggan becak, biasanya aku membantu Mala menggoreng jajanan nya atau bahkan mengaduk adonan gorengan. Hingga akhirnya posisi ku sebagai pembeli kini berubah menjadi pedagang, atau lebih tepatnya asisten pedagang. Perempuan ini kunikahi setahun setelah Ibunya wafat. Kami yang sama-sama hidup sendiri memutuskan untuk hidup bersama. Bukan hanya karena omongan orang lain yg terkadang membicarakan kita berdua, tapi karena aku memang menyayanginya sejak lama.

Dirumah yang di tinggal oleh tetangga ku itu, aku dan Mala hidup sederhana. Sampai suatu hari aku melihat Mala membicarakan buah hati diantara kita. Ia ingin sekali menimang-nimang bayi kecil, mendengar suara tangisan di malah hari, dan mengejar langkah kaki kecil anak kita nanti. Berbulan-bulan kita berusaha tapi tidak ada hasilnya. Hingga 5 tahun kemudian, Dokter menyinggung Mandul. Saat itu, baik aku ataupun Mala, tidak pernah mau mencari tahu siapa yang mandul, kami malah memutuskan untuk mencari menu jajanan gorengan baru, berasal dari tahu goreng dengan isi nasi lemper, kami menamainya Tanaper. Tanaper kami laku keras. Bahkan kami tidak membutuhkan biaya promosi, karena orang-orang membicarakan nya dari mulut ke mulut. Tahu yang gurih ditambah nasi yang pedas mengakibatkan para pembeli berdatangan dan bertambah setiap harinya. Tanaper sudah seperti anak kami sendiri, entah karena ia memberi kebahagiaan, atau karena ia begitu sederhana. Tetapi, sekalipun untung dari penjualan Tanaper cukup besar, Mala tidak mau pindah bahkan mengganti meja serta alat masak gorengannya. Ia bilang, ia ingin terus mengenal masa dimana Ia dan ibunya sering berjualan dulu. Dan aku pun menurutinya.

Kini usia pernikahan kami sudah menginjak 16 tahun. Tidak terasa, rambut-rambut dikepala kami sudah memutih, badan ku mulai terasa sakit, baik saat bangun tidur ataupun beraktifitas. Seperti biasa, setiap subuh aku membangunkan Mala, tapi kali ini aku tidak bisa. Badan Mala terasa panas, ia demam tinggi. Sesegera mungkin aku membawa nya ke rumah sakit. Sekalipun tubuh ku sudah renta, aku berusaha membawa becak ku untuk menyelamatkan Mala. Saat itu aku membayangkan kejadian puluhan tahun silam, dimana Mala kehilangan Ibunya, dan kali ini apakah aku akan kehilangan Mala?

Setibanya dirumah sakit, Mala langsung diperiksa oleh medis. Aku duduk diantara koridor rumah sakit dan membayangkan, apa yang akan aku lakukan jika Mala tiada? Aku yang hidup sebatang kara, tidak punya Ayah, tidak punya Ibu, Tidak punya Adik, Tidak punya Kakak, Tidak punya anak, bahkan tidak punya sanak saudara. Yang ku punya hanya Mala, keluargaku satu-satunya.

Saat itu, Aku benar-benar merasa sendirian

Dokter pun keluar, ia mempersilahkan ku masuk dan berbicara pada Mala. Kali ini, Mala yang terbaring di rumah sakit malah nampak lebih tegar dibandingkan dengan aku yang berdiri dihadapan nya. Perempuan itu tersenyum sambil mengelus perutnya. Aku mulai mengerti apa artinya itu. Aku akan menjadi ayah. Akhirnya doa-doa kami didengar, aku tidak tahu harus merasakan apa-apa lagi selain senang, senaaang sekali. Tapi Dokter memperingatkan ku bahwa usia Mala ini adalah usia yang kurang baik saat mengandung, jadi aku harus benar-benar menjaga Istri dan calon jagoan ku.

Mala bukan perempuan rewel yang meminta ini itu saat mengidam. Ia bahkan cenderung memakan gorengan nya sendiri. Hingga usia kandungannya matang, aku membawa Mala kerumah sakit terdekat, menyambut calon anggota keluarga baru. Berjam-jam aku menunggunya diluar ruangan rumah sakit karena Mala melarang ku untuk ikut masuk. Kali ini ada perasaan yang mengganjal, entah kenapa seperti ada sesuatu yang membuat ku takut. Tiba-tiba seorang dokter keluar dari rungan dan mengatakan bahwa keadaan Mala yang kritis, mengakibatkan harus ada yang direlakan antara Ibu dan anak. Kemudian Mala memilih untuk menyelamatkan anak kami tanpa sepengetahuan ku. Dan sekarang, Mala sudah benar-benar menjadi malaikat. Nurmala meninggal dengan melahirkan seorang bayi perempuan.

Kali ini aku menggendong anak ku, dan kembali sendirian. Saat ini aku malah berfikir, ketika aku sekarang berada di posisi Ayah ku dulu. Ibu yang meninggal setelah melahirkan ku, sama seperti Mala yang melahirkan putri kami. Mungkin setelah ini aku akan pulang, menemui Ayah ku, apapun keadaannya. Kini aku harus membesarkan anak ku dengan penuh kasih sayang, agar ia tak seperti aku. Tapi kali ini, ada dua malaikat yang sangat kucintai, pertama bernama Nurmala, istri tercinta ku, dan yang kedua bernama Nurmala, putri tercinta ku.



Suatu malam aku memimpikan mu Mala, kau mengatakan "Suatu Hari, Tuhan mempertemukan kita dengan orang yang baik. Tapi suatu hari pula, orang baik itu akan memilih untuk berada ditempat yang lebih baik, disisi Tuhan". Kemudian aku terbangun dan mendapati putri kecilku tertidur seperti malaikat.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Roti Priangan Sukabumi

Cuangki

Dongeng Sederhana Untuk Adik