Usia Emosi
Tanpa kita sadari, emosi didalam diri kita itu memiliki usia masing-masing. Ketika kita berulang tahun, kita selalu berharap panjang umur, tapi hanya sebagian yang menyadari bahwa ketika usia semakin dewasa, maka emosi pun akan semakin dewasa pula.
Saat kita lahir hingga mulai berjalan, mungkin yang kita tangisi hanyalah meminta bantuan untuk makan, tidur, sampai buang air. Seluruh emosi kasih sayang terpusat pada diri kita.
Ketika wajah kita mulai terbentuk dan memiliki raut-raut seorang anak, yang akan kita tangisi adalah meminta mainan, menonton tv, sampai jalan-jalan. Pada usia ini, apa yang kita lakukan, tidak akan pernah dianggap salah, karena terhitung pembelajaran. Baik itu menangis, memukul, ataupun merusak barang.
Ketika kita mulai masuk sekolah dasar, kita akan menangis untuk tidak ditinggalkan oleh Ibu atau Ayah, dan sebaliknya, kita akan merasa senang ketika bertemu Ibu atau Ayah. Saat ini, kita akan merasa bahagia mengenal dunia diluar rumah. Mengenal nyanyian, tarian, gambar, atau bahkan mengutarakan pertanyaan-pertanyaan kecil yang terkadang menurut kita aneh. Misalnya saja kita akan bertanya darimana asal bayi, kenapa tangan ada dua, atau kenapa monyet tidak bisa bahasa manusia.
Ketika kita menginjak usia remaja, kita mulai merasa letih dengan kegiatan sehari-hari. Dan yang kita inginkan biasanya adalah suatu pengertian dari siapapun. Saat kita marah, kita bisa dengan mudah mengucapkan kata-kata kasar, kita bisa membanting pintu didepan orang tua kita sendiri, bahkan kita bisa menangis karna terlalu merasa bersalah.
Menginjak usia dewasa sebenarnya kita belum tentu dewasa. Ada beberapa perhitungan sendiri pada usia ini. Apakah kita benar-benar siap untuk dewasa pada waktunya, ataukah kita memaksakan diri untuk dewasa. Disini, kita akan sering merasa sendiri dan menyendiri. Ada waktu dimana kita menginginkan privasi lebih dari apapun. Tapi ada waktu lain dimana kita ingin berteriak sekencang-kencangnya, tertawa sebebas-bebasnya, sampai menangis sepuas-puasnya, hanya untuk mengeluarkan emosi. Bukan untuk didengarkan, tapi untuk diobati.
Tapi ingatlah, semua ini berputar. Ketika kita menikah dan memiliki anak, kita harus siap pada kenyataan, buah tidak jatuh jauh dari pohonnnya. Maka sikap buruk kita pada kedua orang tua kita dulu, mungkin akan diulangin oleh anak kita pada diri kita saat menjadi orang tua.
Komentar
Posting Komentar