(Cerpen Fiktif) Tuhan Tidak Pernah Menciptakan Itu


Anak perempuan itu tumbuh atas 5 bersaudara. Menjadi anak paling terakhir baginya adalah sebuah tanggung jawab besar. Ketika semua kakak-kakaknya telah menikah, maka ia adalah satu-satunya orang kepercayaan yang harus setia menemani bunda. Bunda, ya, malaikat penjaga yang diciptakan untuk saling menjaga.
Anak perempuan ini sangat cerdas, ia bahkan mampu mengikuti kelas akselerasi untuk menjadi satu tahun lebih dewasa demi mengejar kakak-kakaknya. Ini sebuah keputusan, bukan penghargaan atas pembuktian kemahirannya bermain angka. Ia memang pandai menghitung. Mulai dari mata pelajaran sampai segala pengeluaran serta masa depannya.
Sayangnya, perhitungannya tidak sesempurna itu. Perempuan ini tidak bisa menghitung seberapa besar rasa sayangnya pada ayahnya sendiri. Ia bahkan masih berfikir dua kali, apakah rasa ini benar-benar sayang atauuuu, hanya sebuah balas budi? Banyak kekecewaan pada ayah yang ia pendam sendiri. Semua ini bahkan hanya menjadi gumpalan yang mengendap didalam otak yang menjadikannya sebuah pertanyaan besar. Apakah ayah sayang padaku?
Ayahnya adalah seoarng polisi. Gagah. Berwibawa. Tegas. Dan jangan lupakan soal, keras kepala. Perempuan kecil ini tidak suka dengan sikap ayah yang otoriter dalam bertindak. Seperti misalnya saat salah satu kakak laki-lakinya yang ingin menjadi anggota polisi. Ayah tidak pernah sekalipun menoleh untuk memberinya bantuan dalam meloloskan diri. tapi ayah malah membantu anak kerabatnya yang beruntung masuk dengan sangat mudah. Sementara anak kandung ayah sendiri yang berusaha menjadi anak kebanggan, malah tidak lolos sama sekali. Dan ayah, hanya membiarkannya begitu saja. Menjadi anak laki-lakinya menjadi seorang pengangguran.
Kekecewaan lain muncul saat kakak perempuannya mulai beranjak dewasa. Anak perempuannya ini sungguh cantik dan tidak kalah cerdas. Apa lagi yang kurang setelah ia menyandang predikat sarjana MIPA dari Universitas Negri? Hingga akhirnya dengan tegas, sang ayah menikahkan putrinya kepada seorang polisi yang belum ia cintai. Awalnya mungkin penolakan bisa terjadi, tapi untuk menembus benteng pertahanan ayah, itu sulit ditempuh sekalipun dibalas dengak keras kepala yang sama. Untungnya, setelah selang beberapa tahun menikah, kakak perempuannya ini dikarunia seorang anak perempuan yang cantik atas pembuktian cinta dari buah pernikahan. Maka ayah kembali berbicara dengan tegas, bahwa menikah itu tidak dibutuhkan cinta, karena cinta akan datang dengan sendirinya.
Anak bontot ini kemudian hanya bisa diam, menjalankan apa yang seharusnya ia jalannya, yaitu membanggakan ayah. Sekalipun rasa kecewa itu tetap ada, tapi ia hanya bisa menyembunyikannya, sambil berharap, ayah akan luluh seiring dengan berjalannya waktu.
Yang ku tahu sebagai seorang anak adalah terus mendoakan orang tuanya sekalipun orang tuanya salah.
Maka, bolehkah hamba memiliki doa kecil? Hamba hanya ingin ayah menyayangi hamba Ya Allah.
Beberapa tahun kemudian, hidup mulai berjalan sempurna, semua kakak-kakaknya telah menikah dengan pekerjaan yang cukup untuk memiliki sebuah keluarga baru. Sementara anak perempuan ini telah mempu membangakan sang bunda karena telah masuk kedalam PTN ternama di Bandung. Sayangnya, ketika semua berjalan dengan sangat baik, kenyataan tidak benar-benar berpihak padanya.
Ayah masuk rumah sakit. Itu kalimat yang menempel pada otaknya setiap hari. Semua anak-anak ayah saat itu juga berkumpul, mendoakan ayah, meminta pada tuhan agar ayah diberi kesembuhan. Berminggu-minggu ayah dirawat tetapi hasilnya tetap sama. Penyakit gula ini bahkan telah meradang yang memberikan sebuah kepurusan bahwa, kaki ayah harus diamputasi. Saat itu ayah hanya bisa pasrah, asalkan bisa sembuh, jalan apapun akan ia lewati. Sekapi lagi, kenyataan tidak benar-benar berada di tempat yang tempat.
‘April yg menyedihkan dan memberikan kesan negatif yg mendalam... Grafik semangat,,kekuatan,, dan kebahagiaan bergerak menurun...’ pesan singkat melui jejaring sosial ini tidak pernah berhenti ia jadikan sebagai ajang bercerita.
Rabu, 27 April 2011.. siang hari ketika hujan deras mengguyur bandung..
Kamar kosan saya kecurian,, pintu dan jendela dibobol sampai tidak bisa dtutup lagi.. hanya dalam waktu tidak sampai 2 jam,,1 unit laptop toshiba silver 15 inc lenyap beserta mouse dan modemnya..
T_T

‘Kamis,, 28 April 2011.. Pagi..
saya ditelpon oleh kakak saya,, mengabarkan kalau papa saya keadaannya semakin parah dan sudah mulai bicara yang lebih ngaco dari biasanya,, beliau berbicara tentang permohonan maaf sama mama saya,, makam,, warisan,, dan meminta semua anaknya untuk datang..
saya kaget dan langsung berangkat ke jakarta.. ketika sampai,, papa sudah dipasangi selang dari hidung hingga ke lambungnya,, karena papa saya sudah tidak mau makan dan minum obat,, beliau tidak bisa menelan.. sekarang papa makan lewat selang tersebut..
dokter bilang,, karena semangat hidupnya masih tinggi,, papa masih ada kemungkinan untuk sembuh,, tetapi dengan syarat kakinya kanannya harus diamputasi.. karena pasca operasi 2 minggu yang lalu,, ternyata sel untuk penumbuh daging di kaki papa saya tidah berfungsi,, jika didiamkan maka akan menjalar ke bagian lain lagi.. kondisi pasca operasi = tulang dan otot kaki terlihat jelas karena tidak ada daging..
kami anak2nya sudah menanyakan hal ini sama papa,, dan papa ikhlas kalau papa harus diamputasi asalkan beliau masih diberi kesempatan untuk hidup lebih lama dan beliau berjanji untuk bertobat..’
Hingga satu kalimat baru itu menampilkan kalimat sederhana yang tidak pernah ingin ia ucapkan..
‘Ayang meninggal’ ucap anak perempuan ini dengan tenang. ‘Terima kasih untuk semua teman yg turut mendoakan yg terbaik untk papa saya.. Saya tidak tahu harus berterima kasih dengan cara apa,,yg pasti terima kasih banyak.. Besok upacara penghormatan terakhir dan pemakaman papa saya dilaksanakan jam 8 pagi berlokasi di Pemakaman Ciandam Sukabumi..’
Perempuan ini tersenyum. Senyuman ini hanya berarti satu hal, jawaban itu, jawaban atas pertanyaanya. ‘Ayah menyayangiku’, desisnya dalam hati sambil berzikir mengiringi doa untuk ayah.
Tuhan tidak pernah menciptakan itu. Tuhan tidak pernah mencipatakan kebencian pada seoarang anak. Tuhan tidak pernah menciptakan kebencian untuk seorang ayah. Bahkan tuhan tidak pernah menciptakan kebencian sekecil apapun. Maka apapun didunia ini. hilang atau datang itu merupakan bagian dari kehidupan. Hanya manusia yang tahu bagaimana mengendalikan rasa kebiasaan itu. tapi cuma satu yang tidak akan pernah pergi, yaitu kasih saying Ayah pada anak-anaknya.

  .

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Roti Priangan Sukabumi

Cuangki

Dongeng Sederhana Untuk Adik